Catatan : Cerita ini sudah pernah dimuat di Kompas Minggu, 18 April 2010
Pagi yang sangat
cerah, matahari bersinar hangat bersaing dengan cerahnya wajah dan hangatnya
hati Kirana. Kirana memang sedang riang sekali, minggu depan dia akan merayakan
ulangnya yang ke delapan. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, dia melangkah masuk
kedalam kelas 3B. Kemudian Kirana menyapa semua teman-teman sekelasnya satu
persatu, bahkan papan tulis dan lemari buku ikut disapa saking hatinya sedang
berbunga-bunga.
”Wah, ulang
tahunmu tinggal seminggu lagi lho”. Patricia teman sebangkunya yang berambut keriwil
menyambutnya ketika Kirana meletakkan tasnya diatas meja.
Kirana mengangguk.
”Aku sudah
terbayang pesta ulang tahun yang meriah. Makanan yang enak, minuman yang segar,
kado-kado cantik”, goda Patricia.
Kirana hanya
tersenyum simpul. Kemudian dia maju kedepan kelas dan mengedarkan pandangannya
kepenjuru ruangan.
”Teman-teman
sekalian...”, Kirana membuka pidatonya. ”Minggu depan Kirana akan merayakan
ulang tahun yang ke delapan. Jadi Kirana ingin mengundang teman-teman sekalian
untuk datang kerumah Kirana”.
”Horeeeeee....”,
seisi kelas langsung heboh bersorak-sorak, padahal Kirana hanya menyuruh mereka
datang, belum tentu disuruh makan. Untung Bu Jamilah, guru jam pelajaran
pertama belum datang karena beliau tidak suka kalau siswa-siswa berteriak-teriak
didalam kelas.
Ulang Tahun Kirana
akan dirayakan besok lusa. Seharusnya Kirana ceria seperti lima hari yang lalu.
Tetapi entah kenapa sejak sampai dikelas tadi pagi, mukanya murung, sedikit
cemberut seperti hendak menangis.
Tentu saja
teman-teman sekelas Kirana agak bingung dan kaget. Padahal biasanya Kirana
selalu ceria, lincah dan sekali-sekali jahil.
”Kamu kenapa?”,
tanya Patricia yang duduk disebelah Kirana. Kirana diam saja.
”Aduh kamu jawab
dong, jangan diam saja”. Kirana tetap diam seribu bahasa.
”Kamu sakit?”,
tebak Patricia. Kirana menggeleng.
”Lagi marahan sama
seseorang?”. Lagi-lagi Kirana menggeleng.
”Kucingmu kabur
lagi?”. Kirana masih menggeleng.
”Kamu salah makan
obat?”. Tiba-tiba air mata Kirana menetes membasahi pipinya.
”Jadi benar kamu
salah makan obat?”, tanya Patricia lagi, kali ini dengan nada panik..
Mau tidak mau,
Kirana tersenyum geli mendengar ucapan konyol Karina barusan.
”Ih, nangis kok
sambil senyum-senyum”, ledek Patricia. ”Jadi benar kamu salah makan obat?”.
”Bukan!”, jerit
Kirana pelan sambil mencubit pinggang Patricia gemas.
”Lalu kenapa?”.
Setelah terdiam sejenak,
Kirana mulai mau bicara, ”Besok lusa kan aku ulang tahun. Teman-teman sekelas
kita akan datang dan Mama sudah pesan kue tart yang gede dan makanan-makanan
kecil, juga minuman”.
”Lho, masalahnya
apa dong?”, ujar Patricia bingung.
”Kemarin sore aku
nonton liputan tentang anak-anak Panti Asuhan di TV.”.
’Lalu?”
”Aku jadi ingin
merayakan ulang tahunku di Panti Asuhan bersama mereka”. Suara Kirana terdengar
bergetar. Matanya juga mulai berkaca-kaca lagi..
”Mama Papa kamu
tidak setuju ya?”, tanya Patricia.
”Mereka setuju,
bahkan mendukung”.
”Ya ampun, Kirana.
Jadi masalahnya apa dong?. Aku jadi bingung”. Patricia mulai geregetan.
”Bagaimana aku
akan menjelaskannya kepada teman-teman kelas 3B?. Mereka pasti tidak akan mau
diajak merayakan ulang tahun di Panti Asuhan. Mereka akan menertawai dan
meledek pesta ulang tahunku”.
”Memangnya kamu
sudah ngomong sama teman-teman?”. Patricia bertanya lagi.
Kirana menggeleng.
”Kamu kok sudah
pesimis dulu, padahal belum mencoba?”. Kirana terdiam.
”Coba kamu ngomong
sama mereka sekarang”, tantang Patricia.
Kirana mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan kelas 3B. Semua
teman-temannya sedang sibuk dengan urusan masing-masing seperti biasa, menunggu
guru jam pelajaran pertama yang akan datang kira-kira sepuluh menit lagi. Kirana
kemudian berdiri dan...
”Teman-teman, besok
lusa kan aku ulang tahun”.
”Sudah tau....”,
seru seisi kelas 3B serentak.
”Maaf ya,
sepertinya ada sedikit perubahan. Aku berencana mau merayakan ulang tahunku di
Panti Asuhan, bukan dirumah seperti rencana semula”.
Semua anak-anak
kelas 3B langsung terdiam memandangi Kirana. Kirana semakin sedih, sepertinya
teman-temannya tidak suka dengan rencananya. Kirana menundukkan kepalanya
berusaha menyembunyikan airmatanya yang menggenang disudut matanyanya. Dia
sudah siap mendengar ledekan dan ejekan teman-teman sekelasnya. Tetapi...
”Aku boleh
sekalian bawa mainanku yang sudah tidak aku pakai lagi nggak?. Untuk
disumbangin ke anak-anak Panti Asuhan lho”. Tiba-tiba terdengar suara Yogi. Disusul
oleh suara teman-teman yang lain dengan antusias.
”Kalau nyumbang
buku bacaan boleh nggak? Soalnya aku enggak punya mainan untuk disumbangkan”
”Aku mau
nyumbangin baju aja ah, lemariku udah terlalu penuh”, seru Winda yang
berkacamata.
”Nanti disana aku
boleh nyanyi nggak?”, tanya Anggun penuh harap.
”Kalau aku mau
mengajak mereka senam pagi”, timpal Rafael.
”Nanti disana
nonton film Kungfu Panda yuk. Aku bawain DVD-nya deh”. Tak ketinggalan
Ridho menawarkan diri.
”Aku boleh bawa
adikku nggak? Dia belum pernah berkunjung ke Panti Asuhan lho”. Andini menatap
Kirana minta persetujuan. Anak-anak yang lain juga ikut-ikutan ramai
membicarakan rencana mereka di Panti Asuhan nanti.
Kirana menatap wajah-wajah
teman sekelasnya dengan pandangan tidak percaya. Ternyata teman-temannya tidak
keberatan dengan rencana perayaan ulang tahunnya di Panti Asuhan. Mereka bahkan
antusias sekali. Kali ini Kirana benar-benar menangis, tetapi menangis karena
bahagia.