Pages

Subscribe:

Labels

Monday, 24 February 2014

Memeluk Sepi



“Ah…robek hatiku!!!”, desah Tasya. Lho, kok tumben Tasya si cewek alternatif itu berdangdut ria? Sambil merebahkan tubuh jangkungnya diatas kasur, matanya menerawang mengingat kejadian tadi siang disekolah.
Pas jam istirahat, tanpa sengaja Tasya bertubrukan dengan Rio – cowok anak kelas III yang  paling diincer diseantero SMU Duta Bangsa. Diincer bukan karena banyak hutangnya, tapi gara-gara Rio siswa baru di sekolah Tasya. Pindahan dari SMU di Bandung.

Tentu saja bukan cuma karena dia siswa baru, tapi lebih karena tampang dan bodynya yang diatas rata-rata. Mulai dari cewek kelas I sampai kelas III, guru-guru, tukang kebun, Satpam, sampai orang gila yang sering nongkrong di dekat gerbang sekolah kayaknya ngefans sama dia.

Untung insiden tabrakan antara Tasya dan Rio tadi siang enggak sampai melibatkan daerah-daerah terlarang Tasya, apalagi sampai mengakibatkan korban jiwa segala.
Kejadiannya cuma sebentar. Awalnya Tasya diledek’in sama Dewi sehingga Tasya merasa perlu menjitak Dewi sampai ke ubun-ubun. Tapi Dewi enggak pasrah dan mencoba menyelamatkan diri, sehingga terjadilah kejar-kejaran.

Dan BRUKKK…karena mengejar Dewi dengan membabibuta, Tasya tiba-tiba menabrak sesuatu yang sempat bikin kepalanya senat senut.
Tasya udah nyaris membuka mulut untuk mengeluarkan koleksi bahasa Ragunannya ketika tiba-tiba dia mendadak melongo demi melihat cowok cakep berdiri didepannya. Sama-sama kaget dan sama-sama mengusap jidatnya masing-masing yang barusan beradu.

Zayn Malik?”, pekik Tasya norak.
Raisa?”. Eh, si cowok ikut-ikut’an norak.
Tasya tersenyum geli, tapi kemudian tersadar dan segera minta maaf atas insiden barusan.

Eh sorry ya. Tadi gue enggak ngeliat elo”.
“Nggak apa-apa kok. Lagian, latihan marathon kok di koridor sekolah sich?.         Kan ada lapangan”.
Disengaja kok. Biar bisa nabrak-nabrak”, jawab Tasya cuek.
Cowok itu tersenyum simpatik bikin dentum dada Tasya semakin ser ser’an.
Rio kemudian mengulurkan tangannya.

Rio”.
“Tasya”. Tasya membalas uluran tangan Rio dengan gaya sok cool.
“Sorry ya. Gue yang kuper atau elo yang baru nongol sekarang. Kok gue kayaknya belum pernah liat elo”.
“Gue baru tiga hari disini. Gue kelas III Fisika 1. Pindahan dari Bandung”.
“Oh pantes”.
“Pantes apa?”.
Pantes cakep”.
Upssss, Tasya keceplosan.
Nggak ada hubungannya”, sahut Rio cuek kemudian tanpa kata-kata ngeloyor pergi.
Tasya melotot gemas.

Tega-teganya dia ninggalin gue begitu saja setelah perkenalan yang ala sinetron barusan. Dasar enggak sopan!”, rutuk Tasy dalam hati.
Saatnya melanjutkan buruan. Mana Dewi? Tasya kembali pasang kuda-kuda bersiap mencari Dewi untuk dibantai.

BRUKKK!!! Kembali Tasya menabrak sesuatu. Tasya berharap kali ini dia menabrak Justin Timberlake. Tapi?

Eh copot eh kupret..eh lapis legit berkumandang selamanya!”. Tiba-tiba membahana suara jeritan latah yang susunan katanya sama sekali enggak kreatif.

Aduh, Bu!. Kok nabrak-nabrak sih?”, omel Welly –siswa kelas II 7- cowok paling feminin disekolah Tasya sambil memperbaiki tatanan rambutnya yang asli sebenernya kelihatan tahan badai gara-gara dituangin segayung gel .

Eh, sorry Wel. Abis elo kayak badak sih, jadinya ya gue tubruk”.
Yeeee…bukannya elo yang kayak badak. Kan elo yang nyeruduk gue”.
Tauk ah!”. Tasya kembali melanjutkan buruannya dan entah akan menabrak siapa lagi.


Bukan karena demam makanya Tasya panas dingin. Bukan karena bisulan makanya Tasya duduknya gelisah. Bukan karena cacingan pula makanya Tasya mati gaya. Bukan pula karena menderita sakit ayan makanya Tasya malam ini tidurnya sambil guling-guling kayak daging berbeque yang sedang dipanggang. Semua gara-gara Rio.

Ya Zayn Malik kesasar itu bener-bener mencuri perhatian Tasya. Tidak biasanya Tasya segitu terobsesinya sama mahluk bernama cowok. Biasanya sich justru cowok-cowok disekolah Tasya yang terobsesi sama Tasya. Maklum, meski bukan model tapi Tasya punya tongkrongan ala model. Tinggi langsing dan cantik. Kata orang sih perpaduan yang sempurna antara Raisa, Agnes Monica dan Olga Saputra. Hihihihihi.

Makanya Tasya terbiasa jadi pusat perhatian dan inceran cowok-cowok disekolahnya.
Tapi cowok yang bernama Rio itu benar-benar bikin Tasya mati kutu. Cuek banget dan sedikit angkuh. Padahal tadinya Tasya udah yakin kalo enggak lama lagi Rio juga bakal gabung sama cowok-cowok lain ngejar-ngejar Tasya. Tapi apa yang terjadi?


Siang tadi di kantin sekolah, boro-boro deh ngajak Tasya ngomong. Ngeliat aja enggak. Padahal mereka duduk di meja yang bersebelahan dengan temen nongkrong masing-masing.

Meski Tasya udah bela-bela’in tertawa terbahak-bahak dengan volume yang kayaknya terlalu berlebihan mendengar cerita Dewi yang sebenarnya enggak pernah lucu demi menarik perhatian Rio. Ya minimal Rio maunya noleh kek, melotot kek. Bahkan ditimpuk pake botol kosong bekas teh botolnya pun Tasya rela. Yang penting enggak dicuekin.  Kan udah kenalan 3 menit yang lalu.
\
Yang paling bikin Tasya agak-agak geregetan bin kesal bernuansa iri dengki, Rio malah melirik Fanny – cewek kelas II 3 yang terkenal ganjen dan gatel- yang memasuki kantin sambil loncat-loncat persis bayi tupai yang baru dilahirin induknya.
Sadar sedang dilirik mahluk kece, Fanny langsung melempar senyuman mautnya yang di mata Tasya justru lebih mirip senyuman mesum. Eh, Rio malah balik senyum.

Saking keselnya, Tasya pengen banget nyambit Fanny pake botol kecap yang ada di hadapannya dan menyuruh Fanny berhenti tebar pesona sama cowok gebetannya. Tapi apa iya sih Tasya punya hak melakukan itu?.

Ahhhhhhh, mikirin Rio benar-benar bikin Tasya serasa hidup segan, mati tak mau,  pingsan tak rela. Buktinya, meski jarum jam udah menujukkan jam satu dini hari, Tasya masih betah membayangkan raut wajah Rio sambil senyum-senyum gokil. Mungkin sambil melamunkan Rio dan dirinya lagi kejar-kejaran di pantai atau nyanyi sambil muter-muter dipohon kayak adegan khas film India.

Oh, Rio. Menikahlah denganku”. Tasya terkikik geli sendiri mendengar rintihannya yang nadanya dibikin sok merana.


SMU Duta Bangsa gonjang-ganjing. Semua penghuninya pada heboh berlarian kesana kemari dengan wajah tegang. Padahal bukan lagi jam istirahat. Beberapa guru nampak berjalan tergsa-gesa menuju toilet siswa cowok.

Di depan pintu toilet sudah banyak siswa dan guru berkerumun. Tasya yang penasaran mencoba menyeruak kerumunan dan rasa ingin taunya membuat Tasya berusaha masuk ke dalam, tapi langsung dilarang Pak Satpam.

Eh, dilarang masuk, seru Pak Satpam sambil menghalangi siswa-siwi yang tidak tahan untuk menyelinap masuk. Tasya langsung mencari Dewi  di antara kerumunan siswa.

Wi, ada apa sih?”. Tasya langsung bertanya begitu menemukan Dewi lagi ngerumpi di kerumunan bagian belakang.
Ada siswa kelas III kepergok pingsan di toilet”.
Lho, pingsan kok kepergok sih? Emangnya pingsannya diniat’in apa?”.
Iya deh. Ada siswa ditemukan pingsan di toilet cowok. Puas?”. Dewi meralat tata bahasanya dengan cemberut. Tasya cengar-cengir.

Pingsan kenapa?. Karena enggak tahan mencium aroma toilet?”
Kayaknya sih karena overdosis”.
Hah? Overdosis?. Overdosis apa?”.
Overdosis drugs dong. Mana ada orang overdosis gara-gara kebanyakan makan bakwan”. Tasya bergidik ngeri. Overdosis?. Drugs?. Disekolah?. Hiiiii…..

Tiba-tiba kerumunan di depan toilet sedikit tersibak dan memberi celah agar orang dari dalam toilet bisa berjalan keluar. Tasya dan Dewi langsung  mendekat.

Tampak Pak Satpam membopong sesosok tubuh berseragam SMU yang basah kuyup. Matanya terpejam, wajahnya pucat kayak zombie, dan nafasnya tersengal-sengal dan putus-putus. Tasya mencoba memperhatikan wajah siswa yang sedang mabok berat itu.

Ya ampun, Wi. Itu kan Rio”. Tasya menarik tangan Dewi agar lebih dekat lagi.
Iya. Dia emang Rio. Siswa yang baru 3 minggu pindah kesini” bisik Dewi pelan seolah takut didenger orang.

Tasya langsung berlari meninggalkan Dewi dan menjejeri langkah Pak Satpam yang sedang menuju mobil dinas sekolah di dekat gerbang sekolah sambil membopong tubuh Rio yang lemas tak berdaya.

Mau dibawa kemana Pak?”.
Ke Rumah Sakit terdekat. Harus segera ditangani serius nih. Kalo enggak, wah dia bisa’ lewat’”, jawab Pak Satpam tanpa menoleh ke Tasya.
Segitu parahnya?”. Tasya lagi-lagi menggigil ngeri.

Semua mata menatap Rio yang sedang dibopong Pak satpam dengan pandangan  macam-macam. Ada yang menatap dengan pandangan prihatin, melecehkan bahkan jijik dan terkesan melecehkan. Sesosok tubuh tiba-tiba ikut menjejeri langkah Pak Satpam dan Tasya. Fanny berlari-lari kecil di sebelah Tasya. Tapi Tasya sama sekali enggak menangkap raut wajah khawatir di wajah Fanny. Padahal terakhir Tasya mendengar kabar kalo Fanny dan Rio udah jadian seminggu yang lalu.

Begitu tiba didekat mobil dinas, dengan sigap Tasya langsung membuka pintu belakang mobil. Pak Satpam membaringkan tubuh Rio di jok belakang, kemudian bersama seorang guru BP beliau duduk di jok depan mobil. Pak Satpam bersiap menyalakan mesin mobil.
Saat direbahkan, mata Rio terbuka sedikit. Ada segaris senyum samar di sudut bibirnya saat melihat Fanny yang masih berdiri di pintu mobil dengan wajah bete banget. Tangannya mencoba menggapai tangan Fanny, tapi enggak disangka Fanny malah menepiskan tangan Rio dengan kasar.

Brengsek lo, Rio. Bikin malu aja. Mau jadi apa lo?”, bentak Fanny emosi. Pak Satpam yang duduk bibelakang setir mulai menstater  mobil.
Fanny mau ikut ke rumah sakit?. Kita harus buru-buru”, tanya Pak Guru BP.
Enggak deh, Pak. Biar aja dia mampus sekalian”.

PLAKKK!!!!. Refleks tangan Tasya melayang menghantam pipi Fanny. Tasya menatap Fanny dengan wajah marah.
Apa hak lo nampar gue?”. Fanny mengusap-usap pipi kirinya yang terasa panas.
Elo nggak punya perasaan”.
Fanny menantang tatapan Tasya tak kalah garang. Tapi Tasya segera sadar kalo sekarang bukan waktunya untuk berantem dengan Fanny.

Dengan gerakan cepat Tasya mendorong tubuh Fanny menyingkir dari pintu mobil hingga Fanny nyaris terjungkal, kemudian Tasya naik ke jok belakang dimana Rio berbaring tak berdaya. Tasya menutup pintu mobil dengan cepat karena dilihatnya Fanny bermaksud hendak menarik Tasya keluar dari mobil. Mungkin dia  nggak terima perlakuan Tasya dan pengen menantang Tasya berkelahi, atau Fanny justru berubah pikiran dan pengen ikut ke rumah sakit. Tasya enggak peduli dan enggak mau tau. Yang penting Rio harus segera dibawa kerumah sakit.

Jalan Pak”, ujar Tasya.

Mobil pun dengan ngebut melintas meninggalkan gerbang sekolah dan Fanny yang masih berdiri mematung dengan wajah perang. Tangannya masih sibuk mengusap-usap pipi kirinya seolah-olah memastikan kalo pipinya masih ada di tempatnya atau sudah terlempar entah kemana gara-gara tamparan Tasya yang cukup mematikan tadi.

Di jok belakang mobil dinas sekolah SMU Duta Bangsa yang sedang buru-buru menuju rumah sakit terdekat, Tasya dengan  sangat hati-hati merebahkan kepala Rio yang lunglai di pangkuannya.

Rio harus bisa berhahan ya. Semua akan baik-baik saja”. Tasya mencoba menyemangati Rio entah Rio bisa dengar atau tidak sambil sibuk menyeka keringat dingin yang membanjir di wajah dan leher Rio dengan sapu tangannya.

Fannyyyyy…... Samar tapi cukup jelas, Tasya mendengar suara lirih Rio memanggil nama Fanny.
“Fanny nanti akan menyusul kita Rio. Semua akan baik-baik saja. Jangan takut”. Tasya berbisik lembut pelan.

Jarak sekolah dan rumah sakit terasa sangat jauh. Kondiri Rio sudah semakin lemah dan mengkawatirkan. Nafasnya tinggal satu-satu dan suhu tubuhnya terasa sangat dingin.

Tasya berdoa dalam hati semoga Rio akan baik-baik saja. Tasya tidak menyadari kalau sejak tadi Rio menggenggam pergelangan tangan kiri Tasya dengan sangat erat.
Bahkan Tasya tidak lagi memperhatikan ada sungai kecil mengalir pelan dari sudut mata Rio yang terpejam karena Tasya terlalu sibuk menahan tangisnya sendiri.