“Ah…robek hatiku!!!”,
desah Tasya. Lho, kok tumben Tasya si cewek alternatif itu berdangdut ria? Sambil
merebahkan tubuh jangkungnya diatas kasur, matanya menerawang mengingat
kejadian tadi siang disekolah.
Pas jam istirahat, tanpa sengaja Tasya bertubrukan
dengan Rio – cowok anak kelas III yang
paling diincer diseantero SMU Duta Bangsa. Diincer bukan karena banyak
hutangnya, tapi gara-gara Rio siswa baru di sekolah Tasya. Pindahan dari SMU di
Bandung.
Tentu saja bukan cuma karena dia
siswa baru, tapi lebih karena tampang dan bodynya yang diatas rata-rata. Mulai
dari cewek kelas I sampai kelas III, guru-guru, tukang kebun, Satpam, sampai
orang gila yang sering nongkrong di dekat gerbang
sekolah kayaknya ngefans sama dia.
Untung insiden tabrakan antara Tasya dan Rio
tadi siang enggak sampai melibatkan daerah-daerah terlarang Tasya, apalagi
sampai mengakibatkan korban jiwa segala.
Kejadiannya cuma sebentar.
Awalnya Tasya diledek’in sama Dewi sehingga Tasya merasa perlu menjitak Dewi
sampai ke ubun-ubun. Tapi Dewi enggak pasrah dan mencoba menyelamatkan diri,
sehingga terjadilah kejar-kejaran.
Dan BRUKKK…karena mengejar Dewi dengan
membabibuta, Tasya tiba-tiba menabrak sesuatu yang sempat bikin kepalanya senat
senut.
Tasya udah nyaris membuka mulut untuk mengeluarkan
koleksi bahasa Ragunannya ketika tiba-tiba dia mendadak melongo demi melihat
cowok cakep berdiri didepannya. Sama-sama kaget dan
sama-sama mengusap jidatnya masing-masing yang barusan beradu.
“Zayn Malik?”, pekik Tasya norak.
“Raisa?”. Eh, si cowok ikut-ikut’an norak.
Tasya tersenyum geli, tapi kemudian tersadar
dan segera minta maaf atas insiden barusan.
“Eh
sorry ya. Tadi gue enggak ngeliat elo”.
“Nggak apa-apa kok. Lagian, latihan marathon kok di koridor sekolah sich?. Kan ada lapangan”.
“Disengaja kok. Biar bisa nabrak-nabrak”,
jawab Tasya cuek.
Cowok itu
tersenyum simpatik bikin dentum dada Tasya semakin ser ser’an.
Rio kemudian
mengulurkan tangannya.
“Rio”.
“Tasya”. Tasya membalas uluran tangan Rio
dengan gaya sok cool.
“Sorry ya. Gue yang kuper atau elo yang baru
nongol sekarang. Kok gue kayaknya belum pernah liat elo”.
“Gue baru tiga hari
disini. Gue kelas III Fisika 1. Pindahan dari Bandung”.
“Oh pantes”.
“Pantes apa?”.
“Pantes cakep”.
Upssss, Tasya
keceplosan.
“Nggak ada hubungannya”, sahut Rio
cuek kemudian tanpa kata-kata ngeloyor pergi.
Tasya melotot
gemas.
“Tega-teganya dia ninggalin gue begitu saja
setelah perkenalan yang ala sinetron barusan. Dasar enggak sopan!”,
rutuk Tasy dalam hati.
Saatnya melanjutkan
buruan. Mana Dewi? Tasya kembali pasang kuda-kuda bersiap mencari
Dewi untuk dibantai.
BRUKKK!!! Kembali Tasya menabrak sesuatu. Tasya berharap kali ini dia
menabrak Justin Timberlake. Tapi?
“Eh copot eh kupret..eh lapis legit
berkumandang selamanya!”. Tiba-tiba membahana suara jeritan latah yang
susunan katanya sama sekali enggak kreatif.
“Aduh, Bu!. Kok nabrak-nabrak sih?”,
omel Welly –siswa kelas II 7- cowok paling feminin disekolah Tasya sambil
memperbaiki tatanan rambutnya yang asli sebenernya kelihatan tahan badai
gara-gara dituangin segayung gel .
“Eh, sorry Wel. Abis elo kayak badak sih,
jadinya ya gue tubruk”.
“Yeeee…bukannya elo yang kayak badak. Kan elo
yang nyeruduk gue”.
“Tauk ah!”. Tasya kembali melanjutkan
buruannya dan entah akan menabrak siapa lagi.
Bukan karena
demam makanya Tasya panas dingin. Bukan karena bisulan makanya Tasya duduknya
gelisah. Bukan karena cacingan pula makanya Tasya mati gaya. Bukan pula karena
menderita sakit ayan makanya Tasya malam ini tidurnya sambil guling-guling
kayak daging berbeque yang sedang
dipanggang. Semua gara-gara Rio.
Ya Zayn
Malik kesasar itu
bener-bener mencuri perhatian Tasya. Tidak biasanya Tasya segitu terobsesinya
sama mahluk bernama cowok. Biasanya sich justru cowok-cowok disekolah Tasya
yang terobsesi sama Tasya. Maklum, meski bukan model
tapi Tasya punya tongkrongan ala model. Tinggi langsing dan cantik. Kata orang
sih perpaduan yang sempurna antara Raisa,
Agnes Monica dan Olga Saputra. Hihihihihi.
Makanya Tasya
terbiasa jadi pusat perhatian dan inceran cowok-cowok disekolahnya.
Tapi cowok yang bernama Rio itu benar-benar
bikin Tasya mati kutu. Cuek banget dan sedikit angkuh. Padahal
tadinya Tasya udah yakin kalo enggak lama lagi Rio juga bakal gabung sama
cowok-cowok lain ngejar-ngejar Tasya. Tapi apa yang terjadi?
Siang tadi di kantin
sekolah, boro-boro deh ngajak Tasya ngomong. Ngeliat aja enggak. Padahal
mereka duduk di meja yang bersebelahan dengan temen nongkrong masing-masing.
Meski Tasya udah
bela-bela’in tertawa terbahak-bahak dengan volume yang kayaknya terlalu
berlebihan mendengar cerita Dewi yang sebenarnya enggak pernah lucu demi
menarik perhatian Rio. Ya minimal Rio maunya noleh kek, melotot kek. Bahkan ditimpuk pake
botol kosong bekas teh botolnya pun Tasya rela. Yang penting enggak
dicuekin. Kan udah kenalan 3 menit yang
lalu.
\
Yang paling
bikin Tasya agak-agak geregetan bin kesal bernuansa iri dengki, Rio malah
melirik Fanny – cewek kelas II 3 yang terkenal ganjen dan gatel- yang memasuki kantin
sambil loncat-loncat persis bayi tupai yang baru dilahirin induknya.
Sadar sedang
dilirik mahluk kece, Fanny langsung melempar senyuman mautnya yang di mata Tasya
justru lebih mirip senyuman mesum. Eh, Rio malah
balik senyum.
Saking keselnya, Tasya pengen banget nyambit
Fanny pake botol kecap yang ada di hadapannya dan
menyuruh Fanny berhenti tebar pesona sama cowok gebetannya. Tapi apa iya
sih Tasya punya hak melakukan itu?.
Ahhhhhhh, mikirin Rio benar-benar bikin
Tasya serasa hidup segan, mati tak mau, pingsan tak rela. Buktinya,
meski jarum jam udah menujukkan jam satu dini hari, Tasya masih betah membayangkan raut wajah Rio sambil
senyum-senyum gokil. Mungkin sambil melamunkan Rio dan dirinya lagi
kejar-kejaran di pantai atau nyanyi sambil muter-muter dipohon kayak adegan
khas film India.
“Oh,
Rio. Menikahlah denganku”. Tasya terkikik geli sendiri mendengar rintihannya
yang nadanya dibikin sok merana.
SMU Duta Bangsa gonjang-ganjing. Semua
penghuninya pada heboh berlarian kesana kemari dengan wajah tegang. Padahal
bukan lagi jam istirahat. Beberapa guru nampak berjalan tergsa-gesa menuju
toilet siswa cowok.
Di depan pintu
toilet sudah banyak siswa dan guru berkerumun. Tasya yang penasaran mencoba
menyeruak kerumunan dan rasa ingin taunya membuat Tasya berusaha masuk ke dalam, tapi
langsung dilarang Pak Satpam.
“Eh, dilarang masuk”, seru Pak Satpam sambil menghalangi siswa-siwi
yang tidak tahan untuk menyelinap masuk. Tasya langsung mencari Dewi di antara kerumunan
siswa.
“Wi,
ada apa sih?”. Tasya langsung bertanya begitu
menemukan Dewi lagi ngerumpi di kerumunan bagian belakang.
“Ada siswa kelas III kepergok pingsan di
toilet”.
“Lho, pingsan kok kepergok sih? Emangnya
pingsannya diniat’in apa?”.
“Iya deh. Ada siswa ditemukan pingsan di toilet cowok. Puas?”. Dewi meralat tata bahasanya
dengan cemberut. Tasya cengar-cengir.
‘Pingsan kenapa?. Karena enggak tahan mencium
aroma toilet?”
“Kayaknya sih karena overdosis”.
“Hah? Overdosis?. Overdosis apa?”.
“Overdosis
drugs dong. Mana ada
orang overdosis gara-gara kebanyakan makan bakwan”. Tasya bergidik ngeri. Overdosis?. Drugs?.
Disekolah?. Hiiiii…..
Tiba-tiba
kerumunan di depan toilet sedikit tersibak dan memberi celah agar orang dari
dalam toilet bisa berjalan keluar. Tasya dan Dewi langsung mendekat.
Tampak Pak
Satpam membopong sesosok tubuh berseragam SMU yang basah kuyup. Matanya
terpejam, wajahnya pucat kayak zombie, dan nafasnya tersengal-sengal dan
putus-putus. Tasya mencoba memperhatikan wajah siswa yang sedang mabok berat itu.
“Ya ampun, Wi. Itu kan Rio”. Tasya menarik
tangan Dewi agar lebih dekat lagi.
“Iya. Dia
emang Rio. Siswa yang baru 3 minggu pindah kesini” bisik Dewi pelan
seolah takut didenger orang.
Tasya langsung berlari meninggalkan Dewi dan
menjejeri langkah Pak Satpam yang sedang menuju mobil dinas sekolah di dekat gerbang sekolah sambil membopong tubuh
Rio yang lemas tak berdaya.
“Mau
dibawa kemana Pak?”.
“Ke Rumah Sakit terdekat. Harus
segera ditangani serius nih. Kalo enggak, wah dia bisa’ lewat’”, jawab Pak Satpam tanpa menoleh ke
Tasya.
“Segitu
parahnya?”. Tasya lagi-lagi menggigil ngeri.
Semua mata menatap Rio yang sedang dibopong Pak
satpam dengan pandangan macam-macam. Ada
yang menatap dengan pandangan prihatin, melecehkan bahkan jijik dan terkesan
melecehkan. Sesosok tubuh tiba-tiba ikut
menjejeri langkah Pak Satpam dan Tasya. Fanny berlari-lari
kecil di sebelah Tasya. Tapi Tasya sama sekali enggak menangkap raut wajah khawatir di wajah Fanny.
Padahal terakhir Tasya mendengar kabar kalo Fanny dan Rio udah jadian seminggu
yang lalu.
Begitu tiba
didekat mobil dinas, dengan sigap Tasya langsung membuka pintu belakang mobil. Pak Satpam
membaringkan tubuh Rio di jok belakang, kemudian bersama seorang guru BP beliau duduk di jok depan mobil. Pak
Satpam bersiap menyalakan mesin mobil.
Saat direbahkan, mata Rio terbuka sedikit. Ada
segaris senyum samar di sudut bibirnya saat melihat Fanny
yang masih berdiri di pintu mobil dengan wajah bete
banget. Tangannya mencoba menggapai tangan Fanny, tapi enggak disangka Fanny
malah menepiskan tangan Rio dengan kasar.
“Brengsek
lo, Rio. Bikin
malu aja. Mau jadi apa lo?”,
bentak Fanny emosi. Pak Satpam yang duduk bibelakang setir mulai menstater mobil.
“Fanny mau ikut ke rumah sakit?. Kita harus
buru-buru”, tanya Pak Guru BP.
“Enggak deh, Pak. Biar aja
dia mampus sekalian”.
PLAKKK!!!!. Refleks tangan
Tasya melayang menghantam pipi Fanny. Tasya menatap Fanny dengan wajah marah.
“Apa
hak lo nampar gue?”. Fanny
mengusap-usap pipi kirinya yang terasa panas.
“Elo
nggak punya perasaan”.
Fanny menantang
tatapan Tasya tak kalah garang. Tapi Tasya segera sadar kalo sekarang bukan
waktunya untuk berantem dengan Fanny.
Dengan gerakan
cepat Tasya mendorong tubuh Fanny menyingkir dari pintu mobil hingga Fanny
nyaris terjungkal, kemudian Tasya naik ke jok belakang dimana Rio berbaring tak
berdaya. Tasya menutup pintu mobil dengan cepat karena dilihatnya Fanny
bermaksud hendak menarik Tasya keluar dari mobil. Mungkin dia nggak terima perlakuan Tasya dan pengen
menantang Tasya berkelahi, atau Fanny justru berubah pikiran dan pengen ikut ke rumah sakit.
Tasya enggak peduli dan enggak mau tau. Yang penting Rio harus segera dibawa
kerumah sakit.
“Jalan Pak”, ujar Tasya.
Mobil pun dengan
ngebut melintas meninggalkan gerbang sekolah dan Fanny yang masih berdiri
mematung dengan wajah perang. Tangannya masih sibuk mengusap-usap pipi kirinya
seolah-olah memastikan kalo pipinya masih ada di tempatnya atau sudah terlempar
entah kemana gara-gara tamparan Tasya yang cukup mematikan tadi.
Di jok belakang
mobil dinas sekolah SMU Duta Bangsa yang sedang buru-buru menuju rumah sakit
terdekat, Tasya dengan sangat hati-hati
merebahkan kepala Rio yang lunglai di pangkuannya.
“Rio
harus bisa berhahan ya. Semua akan baik-baik saja”. Tasya mencoba menyemangati
Rio entah Rio bisa dengar atau tidak sambil sibuk menyeka keringat dingin yang membanjir di wajah dan
leher Rio dengan sapu tangannya.
“Fannyyyyy…..”. Samar tapi cukup jelas, Tasya mendengar suara lirih Rio memanggil
nama Fanny.
“Fanny nanti akan
menyusul kita Rio. Semua akan baik-baik saja. Jangan takut”. Tasya
berbisik lembut pelan.
Jarak sekolah
dan rumah sakit terasa sangat jauh. Kondiri Rio sudah semakin lemah dan mengkawatirkan. Nafasnya tinggal
satu-satu dan suhu tubuhnya terasa sangat dingin.
Tasya berdoa dalam hati semoga Rio akan
baik-baik saja. Tasya tidak menyadari kalau sejak
tadi Rio menggenggam pergelangan tangan kiri Tasya dengan sangat erat.
Bahkan Tasya tidak lagi memperhatikan ada
sungai kecil mengalir pelan dari sudut mata Rio yang terpejam karena Tasya
terlalu sibuk menahan tangisnya sendiri.