Pages

Subscribe:

Labels

Monday, 24 February 2014

Kau Telah Jauh Pergi



Sepasang remaja laki-laki dan perempuan berseragam putih abu-abu berjalan sambil berpegangan tangan di pinggir jalan raya. Tampaknya mereka baru pulang sekolah. Sepanjang jalan, mereka menyanyikan lagu Tua Tua Keladi dengan sekeras-kerasnya hingga memancing perhatian orang yang lalu lalang. 

“Engkau lupakan anak cucumu. Hanya demi kenikmatan. Harga dirimu, bahkan terbuang. Yang ada hanya rayuan. Mengaku bujangan. Kepada  setiap wanita. Ternyata cucunya segudang”.

 Orang-orang yang melihat kelakuan kedua remaja belia itu cuma tersenyum sambil geleng-geleng kepala.  Tiba-tiba si anak perempuan berhenti bernyanyi, membuat anak laki-laki itu menoleh kepadanya dengan tatapan bingung.

"Kamu kenapa? Kok tiba-tiba berhenti bernyanyi? Mau ganti lagu?”. Gadis berambut kuncir kuda itu seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi ragu-ragu.

"Kamu mau kita menyanyikan lagu Bayang Bayang Ilusi?”. Anak lelaki di sebelahnya mulai bernyanyi, berharap si gadis kecil akan mengikutinya ikut bernyanyi.

“Haruskan kuhidup dalam angan-angan. Merengkuh ribuan impian. Haruskan kulari dan terus berlari….” 

 Tetapi gadis kecil itu masih diam, kemudian dengan suara pelan dia berkata.
“Carlie, aku haus”.
Carlie menoleh cepat. “Kamu haus?”. Gadis itu mengangguk pelan. Anak laki-laki itu kemudian merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu lembar uang seratusan.

"Wah, uang kita tidak cukup beli sirup”. Carlie memandangi beberapa keping recehan di telapak tangannya. Si gadis itu mulai sedikit cemberut.

“Bagaimana kalo beli air es saja?”. Kelly tersenyum penuh pengertian. 
“Air es juga tidak apa-apa”.
“OK, kamu tunggu disini ya. Aku mau nyebrang dulu. Di sana tuh yang jual air es-nya’, ujar anak laki-laki itu sambil menunjuk ke sebuah warung di seberang jalan.

Gadis itu duduk dibawah pohon memperhatikan anak laki-laki itu menoleh kekiri dan kekanan untuk menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang. Tubuh kecilnya yang tegap berlari menyeberang jalan raya dua jalur tersebut. Dari seberang sana dia sudah mengacungkan dua bungkus air es sambil tersenyum ke arahnya. Kelly melonjak-lonjak senang. 


GLEK! Tiba-tiba lonjakan dan senyum girangnya sirna. Di ujung sana dia melihat orang gila berjalan dikejauhan menuju kearahnya. Jantungnya berdebar kencang. Dia paling takut dengan orang gila. Karena panik dan takut berdekatan dengan orang gila itu, Kelly memutuskan untuk menyeberang menuju Carlie di seberang.

“Kelly, jangan menyeberang”, teriak Carlie dari ujung sana melihat gelagat Kelly yang hendak menyeberang jalan dengan panik.

“Nggak mau. Ada orang gila. Aku takut!”
“Kelly, jangan! Berbahaya”, teriak Carlie dengan nada khawatir. Tetapi gadis itu tidak peduli karena terlanjur ketakutan. Begitu dia merasa aman untuk menyeberang, dia berlari memotong jalan raya dua lajur tersebut.

Dia sudah tinggal dua langkah lagi menginjak trotoar di seberang jalan tempat anak laki-laki itu berdiri, ketika tiba-tiba dia menoleh kearah kanan, bagian depan sebuah truk yang tampak sangat besar melaju kencang ke arahnya. Tidak ada waktu lagi menghindar, truk itu terlalu cepat dan terlalu dekat. Kelly menjerit sambil menutup matanya. Sebuah dorongan keras menghantam tubuhnya hingga terpental kebelakang, terlempar kembali ke tengah jalan raya.

Tubuhnya terguling tepat di depan sebuah sedan yang direm mendadak. Bunyi decitan ban mobil tersebut sangat memekakkan telinga. Jarak roda depan mobil tersebut dengan tubuhnya hanya tinggal sekitar beberapa sentimeter. Kelly merasa sudah mati, tetapi kenapa tubuhnya masih terasa sakit dan punggungnya masih bisa merasakan keras dan panasnya aspal. Dia membuka matanya. Langit terlihat mendung dan mulai mencurahkan titik hujan gerimis. 

“Aku masih di bumi, belum terangkat ke surga atau neraka”, batinnya lega. Seorang ibu membantu Kelly berdiri dan membawanya ke tepi jalan raya. Ada keramaian kecil di sebelah sana dimana orang-orang berkerumun. Tetapi dia tidak peduli, dia masih shock dan masih tidak percaya dia masih hidup. Dia disuruh duduk dan menenangkan diri di sebuah warung makan. Seorang bapak petugas kebersihan bercerita kepada seorang polisi yang baru saja tiba ditempat kejadian itu.

“Anak perempuan ini tadi menyeberang, tetapi ada truk yang ngebut dan akan menabrak dia. Terus ada anak laki-laki mencoba menyelamatkannya dengan cara mendorong anak perempuan ini kembali ke tengah jalan dan membiarkan tubuhnya sendiri yang ditabrak truk”.  Kelly tersentak mendengar cerita bapak petugas kebersihan yang berdiri disampingnya. Anak laki-laki? Mobil truk?

Kesadaran Kelly itu langsung pulih. Dia langsung bangkit berdiri dan berlari keluar warung. Dia menuju kerumunan orang-orang dipinggir jalan dan menyeruak ke tengah-tengah dan mendapati sesosok tubuh berseragam SMA yang sangat dia kenal tergeletak tak bergerak dan tak bernafas. Ada gumpalan darah mengalir dari hidung, sudut bibir dan telinganya.   

Wajahnya pucat pasi namun ada senyum samar digaris bibirnya, tetapi rona diwajahnya sudah redup, tidak ada kehidupan lagi. Kelly menjatuhkan dirinya bersimpuh di sisi tubuh yang tergeletak itu. Butir-butir air hujan mulai membasahi wajah anak laki-laki itu, membasuh darah dari wajahnya yang dingin dan membasahi trotoar dengan aliran kecil berwarna merah. 

Ada yang terasa akan meledak di dada Kelly. Ada rasa kehilangan yang tidak mungkin akan tergantikan. Ada kesedihan yang mungkin tidak akan pernah terlupakan. Ada sesuatu yang telah musnah dan tidak tau kemana lagi harus mencari penggantinya. Kelly hanya sanggup menangis terisak-isak sambil meletakkan kepala anak laki-laki itu di pangkuannya seiring dengan suara sirene mobil ambulans yang terdengar mulai mendekat.

“Carlie!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”. Gadis kecil itu menjerit sekuat tenaganya sambil menatap langit hitam penuh dendam, seakan menyalahkan curah hujan yang kini membasahi seluruh tubuhnya dan wajah yang terkulai di pangkuannya.